Sabtu, 21 September 2013

FILSAFAT ABAD PERTENGAHAN



FILSAFAT ABAD PERTENGAHAN

A.     Sejarah Filsafat Abad Pertengahan
Istilah filsafat Abad Pertengahan sendiri (yang baru muncul pada abad ke-17) sesungguhnya hanya berfungsi membantu kita untuk memahami zaman ini sebagai zaman peralihan (masa transisi) atau zaman tengah antara dua zaman penting sesudah dan sebelumnya, yakni Zaman Kuno (Yunani dan Romawi) dan Zaman Modern yang diawali dengan masa Renaissans pada abad ke-17. Sebelum masa filsafat Abad Pertengahan, filsafat Yunanilah yang menjadi pelopor adanya ilmu filsafat. Syadali dan Mudzakir (2004: 79) mengatakan bahwa filsafat Yunani pernah mencapai kejayaan dan hasil yang gemilang dengan melahirkan peradaban Yunani. Menurut perkembangan sejarah, pemikiran manusia, peradaban Yunani merupakan titik tolak peradaban manusia di dunia. Peradaban Yunani terus menyebar ke berbagai bangsa, diantaranya adalah bangsa Romawi. Tujuan filosofi mereka adalah soal alam besar. Dari mana terjadinya alam, itulah yang menjadi sentral persoalan bagi mereka.
Surajiyo (2005: 156) menjelaskan, setelah Nabi Isa a.s. membawa ajaran agama Kristen pada permulaan abad  Masehi, filsafat mulai terpengaruhi ajaran agama. Periode Abad Pertengahan mempunyai perbedaan yang menyolok dengan abad sebelumnya. Jadi, dari sinilah muncul filsafat Abad Pertengahan yaitu filsafat sebagai abdi agama atau filsafat diarahkan pada masalah ketuhanan. Suatu karya filsafat dinilai benar sejauh tidak menyimpang dari ajaran agama Kristen. Disinilah yang menjadi persoalannya, karena agama Kristen itu mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran sejati. Bahkan Maksum (2010: 99) menyebutkan bahwa, kajian terhadap agama (teologi) yang tidak berdasarkan ketentuan Gereja akan mendapatkan larangan ketat. Yang berhak mengadakan penyelidikan terhadap agama hanyalah pihak Gereja. Kendati demikian, ada juga yang melanggar peraturan tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan kemudian diadakan pengejaran (inkuisisi).

B.     Ciri-Ciri Filsafat Abad Pertengahan
Menurut Syadali dan Mudzakir (2004: 80), filsafat abad pertengahan dimulai sejak tahun 476-1492 M. Sedangkan menurut Hanafi (1964: 78) usia filsafat Abad Pertengahan yaitu 337-1500 M. Perbedaan tahun abad filsafat pertengahan juga ditemui dalam Mustansyir (2007: 12) yang menyebutkan filsafat Abad Pertengahan dimulai dari abad 2-14 M. Akan tetapi dilihat dari banyak rujukan, mayoritas mengatakan filsafat Abad Petengahan muncul sejak tahun 476-1492 M.
Syadali dan Mudzakir (2004: 80) menyebutkan ciri-ciri filsafat Abad Pertengahan adalah:
1.      Cara berfilsafatnya dipimpin oleh gereja
2.      Berfilsafat di dalam lingkungan ajaran Aristoteles
3.      Berfilsafat dengan pertolongan Augustinus dan tokoh lainnya.
Yang tidak kalah menonjol dari ciri filsafat Abad Pertengahan yang telah dikemukakan di atas adalah filsafat Abad Pertengahan yang terbelenggu oleh ajaran agama Kristen yang membatasi ilmu pengetahuan harus sesuai dengan ajaran agama tersebut. Menurut Surajiyo (2005: 156): Perkembangan ilmu pengetahuan terhambat karena upaya penuh menggiring manusia ke dalam kehidupan/sistem yang picik dan fanatik, dengan menerima ajaran gereja yang membabi buta. Bahkan Muzairi menyebutkan bahwa filsafat Abad Pertengahan disebut juga ”abad gelap”. Agama Kristen menjadi problema kefilsafatan karena mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran yang sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan yunani kuno yang mengatakan bahwa kebenaran dapat dicapai oleh kemampuan akal. Mereka belum mengenal adanya wahyu.
Masih menurut Surajiyo (2005: 156) mengenai sikap terhadap pemikiran Yunani ada dua:
1.      Golongan yang menolak sama sekali pemikiran Yunani, karena pemikiran Yunani     merupakan pemikiran orang kafir karena tidak mengakui wahyu.
2.      Menerima filsafat Yunani yang mengatakan bahwa karena manusia itu ciptaan Tuhan maka kebijaksanaan manusia berarti pula kebijaksanaan yang datangnya dari Tuhan. Mungkin akal tidak dapat mencapai kebenaran yang sejati. Oleh karena itu, akal dapat dibantu oleh wahyu.
C.     Periode-Periode Filsafat Abad Pertengahan
Filsafat abad pertengahan dibagi dalam dua periode, yaitu periode Partisik dan Skolastik.
1.      Zaman Partisik
a.      Makna Partisik
Menurut Hadiwijoyo (1980: 70) istilah Partisik dari kata Latin Patter atau Bapak, yang artinya para pemimpin Gereja. Para pemimpin gereja ini dipilih dari golongan atas atau dari golongan ahli fikir. Bapa yang dimaksud adalah bapa gereja.
Makna itu pula diungkapkan e-learning Guna Darma (2012: http://elearning.gunadama.ac.id.), Patristik berasal dari kata Patres (bentuk jamak dari Pater) yang berarti bapak-bapak. Yang dimaksudkan adalah para pujangga Gereja dan tokoh-tokoh Gereja yang sangat berperan sebagai peletak dasar intelektual kekristenan. Mereka khususnya mencurahkan perhatian pada pengembangan teologi, tetapi dalam kegiatan tersebut mereka tak dapat menghindarkan diri dari wilayah kefilsafatan.
Dengan demikian berdasarkan uraian di atas, Patrisik dapat diartikan tokoh-tokoh Gereja yang mempunyai peranan besar dalam pemikiran kekristenan yang mewarnai dengan filsafat agamanya.
b.      Tokoh Filosof Zaman Partisik
Tokoh-tokoh filosof Partisik antara lain Justinus Martir, Irenaeus, Klemens, Origenes, Gregorius Nissa, Tertullianus, Diosios Arepagos, Aurelius Augustinus, sebagai berikut :
1)        Justinus Martir
Gambar 14. Justinus Martir

 
Justinus Martir nama aslinya adalah Justinus, kemudian nama Martir diambil dari istilah “orang-orang yang rela mati hanya untuk kepercayaannya.” Menurut pendapatnya, filsafat yang digabung dengan idea-idea keagamaan akan menguntungkan, esensi dari pengetahuan adalah pemahaman tentang Tuhan. Semakin banyak memikirkan kesempurnaan Tuhan, semakin bertambah kemampuan inteleknya. (Syadali dan Muzakir, 2004: 154 ).
Menurut Justinus Martir, agama Kristen bukan agama baru, karena Kristen lebih tua dari filsafat Yunani. Selanjutnya dikatakan, bahwa filsafat Yunani itu mengambil dari kitab Yahudi. Padangan ini didasarkan bahwa Kristus adalah logos. Dalam mengembangkan aspek logosnya ini orang-orang Yunani (Socrates, Plato dan lain-lain) kurang memahami apa yang terkandung dan memancar dari logosnya, yaitu pencerahan. Sehingga orang-orang Yunani dapat dikatakan menyimpang dari ajaran murni karena orang-orang Yunani terpengaruh oleh demon atau setan. Demon atau setan tersebut dapat mengubah pengetahuan yang benar kemudian di palsukan. Jadi, agama Kristen lebih bermutu dibanding filsafat Yunani. (Muzairi, 2009: 88).
2)        Klemens (150-215 M)
Gambar 15 Klemens

 
Klemens lahir pada tahun 150 -215 M di Alexander. Menurut pendapatnya, bahwa memahami Tuhan bukanlah dengan keyakinan irasional, melainkan melalui disiplin pemikiran rasional. Filsafat merupakan persiapan yang amat baik dalam rangka mengenal Tuhan (Syadali dan Mudzakir, 2004: 155).
Muzairi (2009: 88-89) menuliskan pokok-pokok fikiran Klemens adalah sebagai berikut:
a)      Memberikan batasan-batasan terhadap ajaran Kristen untuk mempertahankan diri dari otoritas filsafat Yunani;
b)      Memerangi ajaran yang anti terhadap Kristen dengan menggunakan filsafat Yunani;
c)      Bagi orang Kristen filsafat dapat dipakai untuk membela iman Kristen dan memikirkan iman Kristen secara mendalam.
Jadi, dapat diketahui bahwa Klemens termasuk tokoh yang membela Kristen tetapi tidak juga menolak dan membenci filsafat Yunani. Justru Klemens menggunakan filsafat Yunani dengan memerangi ajaran yang anti terhadap Kristen. Contohnya adalah, menurut Hadiwijono (1980: 72-73) dalam filsafat menurut Klemens, iman diperlukan bagi orang Kristen. Akan tetapi menurut Klemens disamping iman masih ada hal yang lebih tinggi yaitu pengetahuan (Gnosis). Pengetahuan atau Gnosis ini bukan meniadakan iman tapi menerangi iman. Oleh karena itu iman harus berkembang menjadi pengetahuan.
Mengenai point yang kedua, Klemens memerangi ajaran yang anti terhadap Kristen dengan menggunakan filsafat Yunani. Contoh ajaran yang ditentangnya tersebut yaitu Gnostik. Dalam Hadiwijono (1980: 72) Gnostik yaitu suatu usaha untuk mendamaikan agama Kristen dengan filsafat Yunani yaitu dengan meleburkan kepercayaan agama Kristen dengan filsafat Yunani, sehingga menjadi satu sistem. Dapat dikatakan, Klemens menentang Gnostik karena menurut Gnostik seseorang yang telah memiliki gnosis (pengetahuan) harus mematikan hawa nafsunya dan kembali kepada Allah dalam suatu kasih yang dibersihkan dari pada segala hawa nafsu. Akan tetapi, gnosis tidak begitu menurut Klemens. Tanpa iman, tiada gnosis.  Sebaliknya menurut Gnostik, gnosis meniadakan iman
3)        Origenes (185-254 M)
Gambar 16 Origenes

 
Origenes lahir pada tahun 185 M dan meninggal tahun 254 M. Tuhan menurut Orignes adalah transenden, transenden ialah suatu konsep yang menjelaskan bahwa Tuhan berada di luar alam, tidak dapat dijangkau oleh akal rasional, lawannya ialah konsep imanen yang berarti Tuhan itu di dalam alam, karena Tuhan transenden itulah maka menurut Origenes kita tidak mungkin mampu mengetahui esensi Tuhan, kita dapat mengkaji Tuhan melalui karya-karya-Nya, (Syadali dan Mudzakir, 2004: 156).
4)        Tertullianus (160-222 M)
Gambar 17. Tertullianus

 
Tertullianus (160-222 M), dilahirkan bukan dari keluarga Kristen, tetapi setelah melakukan pertobatan ia gigih membela Kristen dengan fanatik. Ia menolak kehadiran filsafat Yunani karena filsafat dianggap sesuatu yang tidak perlu. Baginya berpendapat, bahwa wahyu Tuhan sudahlah cukup, dan tidak ada hubungan teologi dengan filsafat. (Muzairi, 2009: 89).
Tertulianus mengatakan bahwa filsafat menjadi musuh agama. Oleh karena itu ia menyerang filsafat dengan pedasnya. (Hanafi, 1964: 88).
5)        Aurelius Augustinus (354-430 M)
Gambar 18. Augustinus

 
Muzairi (2009: 90-91) mengatakan, Aurelius Augustinus (354-430 M), sejak mudanya ia telah mempelajari bermacam-macam aliran filsafat, antara lain Platonisme dan Skeplitisisme (meragukan adanya kebenaran). Ia telah diakui keberhasilan dalam membentuk filsafat Kristen yang berpengaruh besar dalam filsafat abad pertengahan sehingga ia di juluki sebagai guru skolastik yang sejati. Ia seorang tokoh besar di bidang teologi dan filsafat.
Setelah ia telah mempelajari aliran Skeplitisme, ia kemudian tidak menyetujui atau menyukainya, karena di dalamnya terdapat pertentangan batiniah. Orang dapat meragukan segalanya, akan tetapi orang tidak dapat meragukan bahwa ia ragu-ragu. Seseorang yang ragu-ragu sebenarnya ia berfikir dan seseorang yang berfikir sesungguhnya ia berada eksis. (Hadiwijono, 1980: 79).
Menurut pendapatnya, daya pemikiran manusia ada batasnya, tetapi fikiran manusia dapat mencapai kebenaran dan kepastian yang tidak ada batasanya, yang bersifat kekal abadi. Artinya, akal fikir manusia berhubungan dengan sesuatu yang lebih tinggi. Akhirnya, ajaran Augustinus berhasil menguasai sepuluh abad dan mempengaruhi pemikiran Eropa. Para pemikir partistik itu sebagai pelopor pemikiran skolastik. Sehingga ajaran Augustinus sebagai akar dari skolastik dapat mendominasi hampir sepuluh abad, karena ajarannya lebih bersifat sebagai metode daripada suatu system sehingga ajaran-ajarannya mampu meresap sampai masa skolastik. (Muzairi, 2009: 91).
2.      Zaman Skolastik Awal
a.      Makna Skolastik
Menurut Muzairi (2009: 91), istilah Skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata School (Bahasa Inggris), yang berarti sekolah. Jadi skolastik berarti aliran atau yang berkaitan dengan sekolah. Perkataan Skolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat Abad Pertengahan. Tafsir (1991: 112) memaparkan Skolastik, disebut demikian karena filsafat diajarkan pada universitas-universitas (sekolah) pada waktu itu.
Terdapat beberapa pengertian dari corak Skolastik, yaitu (Muzairi:2009):
1)      Filsafat Skolastik adalah yang mempunyai corak semata-mata agama. Karena Skolastik ini sebagai bagian dari kebudayaan Abad Pertengahan yang religius.
2)      Filsafat Skolastik adalah filsafat yang mengabdi kepada teologi, atau filsafat rasional yang memecahkan persoalaan-persoalaan mengenai berpikir, sifat ada, kejasmanian, kerohanian, dan baik buruk. Dari rumusan tersebut kemudian munculah istilah Skolastik Yahudi, Skolastik Arab dan lain-lain.
3)      Filsafat Skolastik adalah suatu sistem filsafat yang termasuk jajaran pengetahuan alam kodrat, akan dimasukan kedalam bentuk sintesa yang lebih tinggi antara kepercayaan dan akal.
4)      Filsafat Skolastik adalah filsafat nasrani, karena banyak dipengaruhi oleh ajaran Gereja.
Filsafat Skolastik ini dapat berkembang dan tumbuh karena beberapa faktor yaitu faktor religious dan faktor ilmu pengetahuan. Faktor religious dapat mempengaruhi corak pemikiran filsafatnya. Yang dimaksud dengan faktor religious adalah keadaan lingkungan saat itu yang berperikehidupan religious. Mereka beranggapan bahwa hidup di dunia ini suatu perjalanan ke tanah suci Yerussalem. Dunia ini bagaikan negeri asing, dan sebagai tempat pembuangan limbah air mata saja (tempat kesedihan). Sebagi dunia yang menjadi tanah airnya adalah surga. Manusia tidak dapat sampai ketanah airnya (surga) dengan kemampunnya sendiri, sehingga harus ditolong. Karena manusia itu menurut sifat kodratnya mempunyai cela atau kelemahan yang dilakukan atau diwariskan oleh Adam. Mereka juga berkeyakinan bahwa Isa anak Tuhan berperan sebagai pembebas dan pemberi bahagia. Ia akan memberi pengampunan sekaligus menolongnya. Maka hanya dengan jalan pengampunana inilah manusia dapat tertolong agar dapat mencapai tanah airnya (surga). Anggapan dan keyakinan inilah yang dijadikan dasar pemikiran filsafatnya.
Sedangkan faktor ilmu pengetahuan dikarenakan pada saat itu telah banyak didirikan lembaga pengajaran yang diupayakan oleh biara-biara, gereja ataupun dari keluarga istana, dan kepustakaannya diambilkan dari para penulis Latin Arab (Islam dan Yunani). Muzairi (2009: 92-93).
Muzairi menjelaskan, masa Skolastik terbagi menjadi tiga periode, yaitu:
1)   Skolastik awal, berlangsung dari tahun 800-1200 M;
2)   Skolastik puncak berlangsung dari tahun 1200-1300 M;
3)   Skolastik akhir berlangsung dari tahun 1300-1450 M.
            Sejak abad 5-8 M, pemikiran filsafat Partisik mulai merosot, terlebih lagi pada abad 6 dan 7 dikatakan abad kacau karena pada saat itu terjadi serangan terhadap Romawi, sehingga kerajaan Romawi beserta peradabannya ikut runtuh yang telah dibangun selama berabad-abad lamanya. (Muzairi, 2009: 93)
            Baru pada abad 8 M kekuasaan berada di bawah Karel Agung (742-814 M) menampakan mulai adanya kebangkitan yang merupakan kecemerlangan Abad Pertengahan, dimana arah pemikirannya berbeda sekali dengan abad sebelumnya. Syadali dan Mudzakir (1999: 91) mengatakan, pada saat ini muncul pengetahuan yang dikembangkan disekolah-sekolah. Pada sekolah-sekolah saat itu diterapkan kurikulum ajaran yang meliputi study duniawi atau Artes Ribelares meliputi : tata bahasa, retorika, dilaektika (seni berdiskusi), ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu perbintagan dan musik.
b.      Tokoh dan Karakteristik Filsafat Skolastik Awal.
Tokoh-tokoh zaman skolastik awal diantaranya adalah Johanes Scotes Eriugena (810-870), Peter Lombard (1100-1160), Jhon Salisbury (1115-1180), Peter Abaelardus (1079-1180) sebagai berikut :
1)      Johanes Scotes Eriugena (810-870 M)
Gambar 19. Scotes Eriugena

 
Johanes Scotes Eriugena berasal dari Irlandia. Pemikiran filsafatnya berdasakan pemikiran Kristiani. Oleh karena itu segala penelitiannya dimulai dari iman, sedangkan wahyu ilahi dipandang sebagai sumber bahan-bahan filsafatnya. Menurut dia, akal betugas mengungkapkan arti yang sebenarnya dari bahan-bahan filsafat yang digalinya dari wahyu Ilahi itu. (Hadiwijono, 1980: 91).
2)      Peter Abaelardus (1079-1180 M)
Gambar 20. Abaelardus

 
Ia dilahirkan La Pallet, Prancis. Peter Abaelardus mempunyai kepribadian yang keras dan pandangannya sangat tajam , sehingga sering kali bertengkar dengan para ahli pikir dan pejabat gereja. Ia termasuk orang konseptualisme dan sarjana terkenal dalam sastra romantic, sekaligus sebagai rasionalistik. Artinya peranaan akal dapat memudahkan kekuatan iman. Iman harus mau didahului akal, yang harus dipercayai adalah apa yang telah disetujui atau dapat diterima oleh akal. (Muzairi, 2009: 94-95).
3)      Anselmus (1033-1109 M)
Gambar 21. Anselmus

 
Filsafat Anselmus besentral pada pemikirannya tentang akal pada pemikirannya tentang iman. Anselmus berpendapat bahwa iman kepada kristus adalah yang paling penting sebelum yang penting sebelum yang lain. Dari sini dapatlah kita memahami pernyataannya mendahulukan iman dari pada akal. Lebih jauh, Anselmus mengatakan bahwa wahyu harus diterima lebih dulu sebelum kita mulai befikir. (Tafsir, 2001: 95).
Hadiwijono (1980: 98) menambahkan bahwa pangkal pikiran Anselmus sama dengan Agustinus dan Johanes Scoutes yaitu, bahwa kebenaran yang diwahyukan harus dipercaya terlebih dahulu, sebab akal tidak memiliki kekuatan pada dirinya sendiri, guna menyelidiki kebenaran  yang termasuk wahyu.
3.      Zaman Kejayaan Skolastik
a.      Faktor pendorong kejayaan Skolastik
Sampailah Skolastik pada masa kejayaannya. Dalam mengatakan periode waktu kejayaan Skolastik, tidak ada lagi perbedaan seperti ketika dimulainya filsafat Abad Pertengahan. Para filosof sepakat mengatakan masa kejayaan Skolastik yang berlangsung dari tahun 1200-1300 M. Skolastik mencapai kejayaannya dengan bantuan para filosof Arab yang turut menyumbangkan pemikirannya.
Menurut Muzairi (2001: 95) Skolastik mencapai kejayaan karena bersamaan dengan munculnya beberapa universitas dan ordo-ordo yang secara bersama-sama menyelengarakan atau memajukan ilmu pengetahuan, disamping juga peranaan universitas sebagi sumber atau pusat lmu pengetahuan dan kebudayaan.
Masih menurut Muzairi, terdapat beberapa faktor pada masa kejayaan Skolastik yang mencapai pada puncaknya, yaitu:
1)      Adanya pengaruh dari Aristoteles, Ibnu-Rusyd, Ibnu Sina sejak abad ke12, sehingga sampai abad ke13 telah tumbuh menjadi ilmu pengetahuan yang luas. Lebih jauh menurut (Anonim, 2011: http://sejarah-filsafat-masa-pertengahan.html) filsafat Aristoteles memberikan warna dominan pada alam pemikiran Abad Pertengahan.
2)      Tahun 1200 M didirikan universitas almamater di Prancis. Universitas ini merupakan gabungan dari beberapa sekolah. Almamater inilah sebagi awal (embrio) berdirinya universitas di Paris, di Oxford, di Mont Pellier, di Cambridge dan lain-lainnya.
Hanafi (1964: 139) menjelaskan bahwa factor kejayaan Skolastik juga karena kegiatan mendirikan sekolah-sekolah tidak hanya terbatas dalam lingkungan istana-istana, tetapi diluarnya juga banyak didirikan sekolah-sekolah.
b.      Tokoh filosof dan karakteristiknya
Tokoh-tokoh filosof pada zaman kejayaan skolastik, seperti: Albertus de Grote, Thomas Aquinas, Binaventura, J.D. scouts dan William Ocham, sebagai berikut :
1)        Albertus Magnus
Gambar 22. Albertus

 
Disamping sebagai biarawan, Albertus Magnus dikenal sebagai cendikiawan Abad Pertengahan. Ia lahir dengan nama Albert Von Bollstadt yang juga dikenal sebagai “Doctor Universalis” dan “Doctor Magnus”, kemudian bernama Albertus Magnus (Albert de Great). Ia mempunyai kepandainan luar biasa. Di Universitas Padua, ia belajar artes liberals, ilmu-ilmu pengetahuan alam, kedokteran, filsafat Aristotelles belajar teologi di Bulogna dan masuk ordo di Diminican tahun 1223, kemudian masuk ke Coolin menjadi dosen filsafat dan teologi. (Muzairi, 2009: 97).
Terakhir, ia diangkat sebagai uskup agung. Pola pemikirannya meniru Ibnu Rusyd dalam menulis tentang Aristolles. Dalam bidang pengetahuan, ia megadakan penilitian dalam ilmu biologi dan ilmu kimia.
Albertus Magnus lahir pada tahun 1206- 1280 M. ia dilahirkan di Swabia, Jerman. Hadiwijono (1980: 102) memaparkan karakteristik filsafat Albertus yaitu:
Secara hakiki iman harus dibedakan dengan pengetahuan yang diperoleh dengan akal. Pada pengetahuan, suatu kebenaran diterima karena kejelasannya, yang dikuatkan dengan bukti-bukti. Tidaklah demikian keadaan iman. Pada iman, tiada kejelasan yang berdasarkan akal. Kebenaran ditererima iman bukan karena kejelasan kebenaran itu. Perbuatan iman lebih berdasarkan atas rasa-perasaan dari pada atas pertimbangan akal. Maka isi kebenaran iman tidak dapat dibuktikan.
Demikianlah kutipan dari filsafat Albertus. Contoh pemikirannya tersebut adalah tentang keberadaan Tuhan adalah dasar iman. “beradanya Tuhan” dapat dibuktikan. Pembuktiannya Albertus mengikuti Aristoteles tentang “penggerak pertama”. Penggerak pertama yang menciptakan segala sesuatu haruslah ada, yaitu Tuhan.
2)        Thomas Aquinas (1224-1274 M)
Gambar 23. Thomas Aquinas

 
Thomas Aquinas, nama sebenarnya adalah Santo Thomas Aquinas, yang artinya Thomas yang suci dari Aquinas. Lahir dari keluarga bangsawan (Hartoko, 1986: 9). Semula belajar di Napels, kemudian di Paris, menjadi murid Albertus Agung, lalu di Koln dan ke Paris lagi. Sejak tahun 1252, ia mengajar di Paris dan Italia. Disamping sebagai ahli fikir, ia juga seorang dokter gereja bangsa Italia. Ia lahir di Rocca Sekka, Napoli Italia.  (Muzairi, 2009: 98).
Menurut Tafsir (2001: 97) Hanya ada dua kekuatan yang mengerakan gemuruhnya dunia: agama dan filsafat. Aquinas membicarakan kedua-duanya, hakikat masing-masing, serta hubungan kedua-dunaya.
Lebih jauh Hadiwijono (1980: 104) mengatakan bahwa karakteristik filsafat Thomas Aquinas adalah, bahwa iman lebih tinggi dan berada di luar pemikiran yang berkenaan sifat Tuhan dan alam semesta. Iman adalah suatu cara tertentu guna mencapai pengetahuan, yaitu pengetahuan yang mengatasi akal, pengetahuan yang tidak dapat ditembus akal.
Thomas Aquinas menentancg pemikiran Barat yang menyangkal metafisika. Konsep metafisika Thomas tentang Essentia dan Existentia memiliki kesamaan konsep dengan Al-Haqq Al-Awwal filsuf muslim Al-Kindi (801-860 M) yang lahir lebih awal. Sofyan (2010: 165) mengungkapkan, meskipun Thomas Aquinas tidak megakui secara eksplisit pengaruh filsafat muslim pada pemikirannya, akan tetapi dengan banyaknya pemikiran yang sama dengan filsuf muslim, terutama Al-Kindi dan Al-Farabi, ada kemungkinan Thomas Aquinas terpengaruh oleh pemikiran filsuf muslim, mengingat dia dilahirkan di Italia dan belajar di universitas Paris. Dari sejarah, kita ketahui bahwa ilmuwan dan pendeta di sekitar Eropa, termasuk Paris belajar di Universitas Cordoba yang didirikan oleh Al-Hakam II (300-350 H/ 961-976 M), khalifah yang berkuasa di Spanyol menggantikan posisi ayahnya, Abdurrahman III (300-350 H/ 912-961 M) yang menyempurnakan fungsi masjid Agung.
Beberapa pemikiran Filsafat Thomas Aquinas, seperti dikemukakan Sofyan (2012: 167), yakni :
a)      Thomisme
Thomas membedakan dua tingkat pengetahuan manusia, yaitu pengetahuan yang dikenal dengan akal dan pengetahuan tentang rahasia Tuhan yang diterima oleh manusia lewat wahyu atau kitab suci. Pengertian-pengertian metafisis sebagian besar dipinjam dari Aristoteles. Misalnya pengertian materi dan bentuk. Materi adalah asal muasal munculnya sesuatu. Sedangkan bentuk terkandung dalam materi. (Sofyan, 2010: 168) Contohnya, asal muasal buah mangga. Buah  mangga berasal dari biji mangga lalu menjadi pohon mangga. Biji mangga adalah materinya, sedangkan pohon mangga yang telah tumbuh adalah bentuknya.
b)      Kesempurnaan Tuhan
Menurut Sofyan(2010: 168) Thomas memakai istilah essentia (hakikat) dan existentia (keberadaan). Maksudnya, Tuhan sempurna keberadaannya, karena pada Tuhan tiada potensi. Dalam Tuhan telah ada perealitasannya yang telah sempurna, hal ini tidak berlaku bagi makhluk seperti yang telah dijelaskan di atas.
c)      Theologia Naturalis
Theologia Naturalis mengajarkan bahwa manusia dengan bantuan akalnya dapat mengetahui bahwa Tuhan itu ada, dan juga tahu beberapa sifat Tuhan. Thomas berpendapat bahwa pembuktian adanya Tuhan yaitu diantaranya:
(1)  Adanya gerak di dunia mengharuskan kita menerima bahwa ada penggerak pertama, yaitu Tuhan. Adanya yang bergerak tentu digerakkan oleh sesuatu yang lain. Maka harus ada penggerak pertama, penggerak pertama itu adalah Tuhan.
(2)  Di alam dunia yang diamati ini adanya suatu tertib sebab-sebab yang membawa hasil. Sebab berdaya guna yang pertama ini adalah Tuhan.
(3)  Harus ada segala sesuatu yang menjadi sebab yang baik, segala yang benar, segala yang mulia yaitu Tuhan. (Sofyan, 2010: 170)
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pemikiran Thomas didasarkan pada sebab yang pertama. Bahwa ada pencipta yang menyebabkan adanya segala sesuatu.
d)      Penciptaan
Penciptaan adalah perbuatan Tuhan secara terus menerus, dan dengan penciptaan itu, Tuhan terus menerus menghasilkan dan memelihara yang bersifat sementara. Segala sesuatu diciptakan sesuai dengan bentuk atau idenya Tuhan. (Sofyan, 2010: 174).

e)      Jiwa
Sofyan (2010: 174) menjelaskan pemikiran Thomas mengenai jiwa yaitu, manusia adalah suatu kesatuan yang berdiri sendiri, yang terdiri atas bentuk (jiwanya) dan materi (tubuhnya). Jiwalah yang memberikan perwujudan pada tubuh sebagai materi, atau sebagai potensi sebagai realitas.
f)        Etika politik
Pemikiran Thomas Aquinas dalam etika politik bisa dilihat pada pendapatnya mengenai hukum. Menurutnya, hukum pada kodratnya sangat memperhatikan keadilan pada masyarakatnya. Thomas membicarakan etika politik dalam dua tulisan yaitu Summa Theologiae dan De Regimine Principum (tentang pemerintahan raja).
Dalam filsafatnya, Thomas mengadakan langkah-langkah yaitu:
a)         Langkah pertama, Thomas menyuruh teman sealiran Willem van Moerbeke untuk membuat terjemahan baru yang langsung dari Yunani. Hal ini untuk melawan Aristotelianisme yang berorientasi pada Ibnu Rusyd, dan upaya ini mendapat dukungan dari Siger van Brabant.
b)        Langkah kedua, pengkristenan ajaran Aristotelles dari dalam. Bagian-bagian yang bertentangan dengan apa yang di anggap Kristen bertentangan sebagai firman Aristotelles, tetapi diupayakan selaras dengan ajaran Kristen.
c)         Langkah ketiga, ajaran Aristotelles yang telah di Kristenisasikan di pakai untuk membuat sintesa yang lebih bercorak ilmiah (sintesa deduktif antara iman dan akal). System barunya itu untuk menyusun Summa Theologiae. (Muzairi, 2009: 100). 
Thomas Aquinas tidak terlepas dari pandangan filsafat Aristoteles. Akan tetapi tindakannya yang mengkristenkan ajaran Aristoteles yang tidak sesuai dengan ajaran Kristen sangatlah memaksa.
Selain karena tokoh-tokoh Barat tadi, kemajuan Skolasik juga dikarenakan sumbangan tokoh filosof Muslim yang biasa disebut tokoh filosof Skolastik Arab. Tokoh filosof tersebut diantaranya: Al-Kindi, Al-farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd. Para filosof Islam telah memberikan kontribusi yang sangat besar mengenai perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Skolastik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar