FILSAFAT ABAD PERTENGAHAN
A. Sejarah Filsafat Abad Pertengahan
Istilah filsafat Abad Pertengahan sendiri (yang baru
muncul pada abad ke-17) sesungguhnya hanya berfungsi membantu kita untuk
memahami zaman ini sebagai zaman peralihan (masa transisi) atau zaman tengah
antara dua zaman penting sesudah dan sebelumnya, yakni Zaman Kuno (Yunani dan
Romawi) dan Zaman Modern yang diawali dengan masa Renaissans pada abad ke-17.
Sebelum masa filsafat Abad Pertengahan, filsafat Yunanilah yang menjadi pelopor
adanya ilmu filsafat. Syadali dan Mudzakir (2004: 79) mengatakan bahwa filsafat
Yunani pernah mencapai kejayaan dan hasil yang gemilang dengan melahirkan
peradaban Yunani. Menurut perkembangan sejarah, pemikiran manusia, peradaban
Yunani merupakan titik tolak peradaban manusia di dunia. Peradaban Yunani terus
menyebar ke berbagai bangsa, diantaranya adalah bangsa Romawi. Tujuan filosofi
mereka adalah soal alam besar. Dari mana terjadinya alam, itulah yang menjadi
sentral persoalan bagi mereka.
Surajiyo (2005: 156) menjelaskan, setelah Nabi Isa a.s. membawa
ajaran agama Kristen pada permulaan abad Masehi, filsafat mulai terpengaruhi ajaran agama. Periode
Abad Pertengahan mempunyai perbedaan yang menyolok dengan abad sebelumnya.
Jadi, dari sinilah muncul filsafat Abad Pertengahan yaitu filsafat sebagai abdi agama atau filsafat diarahkan pada
masalah ketuhanan. Suatu karya filsafat dinilai benar sejauh tidak menyimpang
dari ajaran agama Kristen. Disinilah yang menjadi persoalannya,
karena agama Kristen itu mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan
kebenaran sejati. Bahkan Maksum
(2010: 99) menyebutkan bahwa, kajian terhadap agama (teologi) yang tidak
berdasarkan ketentuan Gereja akan mendapatkan larangan ketat. Yang berhak
mengadakan penyelidikan terhadap agama hanyalah pihak Gereja. Kendati demikian,
ada juga yang melanggar peraturan tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan
kemudian diadakan pengejaran (inkuisisi).
B. Ciri-Ciri Filsafat Abad Pertengahan
Menurut Syadali dan Mudzakir
(2004: 80), filsafat abad pertengahan dimulai sejak tahun 476-1492 M. Sedangkan menurut Hanafi (1964: 78) usia
filsafat Abad Pertengahan yaitu 337-1500 M. Perbedaan tahun abad filsafat
pertengahan juga ditemui dalam Mustansyir (2007: 12) yang menyebutkan filsafat
Abad Pertengahan dimulai dari abad 2-14 M. Akan tetapi dilihat dari banyak
rujukan, mayoritas mengatakan filsafat Abad Petengahan muncul sejak tahun
476-1492 M.
Syadali dan Mudzakir (2004: 80) menyebutkan ciri-ciri filsafat Abad
Pertengahan adalah:
1. Cara
berfilsafatnya dipimpin oleh gereja
2. Berfilsafat di
dalam lingkungan ajaran Aristoteles
3. Berfilsafat
dengan pertolongan Augustinus dan tokoh lainnya.
Yang tidak kalah menonjol dari ciri filsafat Abad Pertengahan yang telah
dikemukakan di atas adalah filsafat Abad Pertengahan yang terbelenggu oleh
ajaran agama Kristen yang membatasi ilmu pengetahuan harus sesuai dengan ajaran
agama tersebut. Menurut Surajiyo (2005: 156): Perkembangan ilmu pengetahuan
terhambat karena upaya penuh menggiring manusia ke dalam kehidupan/sistem yang
picik dan fanatik, dengan menerima ajaran gereja yang membabi buta. Bahkan
Muzairi menyebutkan bahwa filsafat Abad Pertengahan disebut juga ”abad gelap”. Agama Kristen menjadi problema kefilsafatan karena
mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran yang sejati. Hal ini
berbeda dengan pandangan yunani kuno yang mengatakan bahwa kebenaran dapat
dicapai oleh kemampuan akal. Mereka belum mengenal adanya wahyu.
Masih menurut Surajiyo (2005: 156)
mengenai sikap terhadap pemikiran Yunani ada dua:
1.
Golongan
yang menolak sama sekali pemikiran Yunani, karena pemikiran Yunani merupakan pemikiran orang kafir karena
tidak mengakui wahyu.
2.
Menerima
filsafat Yunani yang mengatakan bahwa karena manusia itu ciptaan Tuhan maka
kebijaksanaan manusia berarti pula kebijaksanaan yang datangnya dari Tuhan.
Mungkin akal tidak dapat mencapai kebenaran yang sejati. Oleh karena itu, akal
dapat dibantu oleh wahyu.
C. Periode-Periode Filsafat Abad Pertengahan
Filsafat
abad pertengahan dibagi dalam dua periode, yaitu periode Partisik dan
Skolastik.
1.
Zaman Partisik
a.
Makna
Partisik
Menurut Hadiwijoyo (1980: 70)
istilah Partisik dari kata Latin Patter
atau Bapak, yang artinya para
pemimpin Gereja. Para pemimpin gereja ini dipilih dari golongan atas atau dari
golongan ahli fikir. Bapa yang dimaksud adalah bapa gereja.
Makna itu pula diungkapkan e-learning Guna Darma (2012:
http://elearning.gunadama.ac.id.), Patristik
berasal dari kata Patres
(bentuk jamak dari Pater) yang
berarti bapak-bapak. Yang dimaksudkan adalah para pujangga Gereja dan
tokoh-tokoh Gereja yang sangat berperan sebagai peletak dasar intelektual
kekristenan. Mereka khususnya mencurahkan perhatian pada pengembangan teologi,
tetapi dalam kegiatan tersebut mereka tak dapat menghindarkan diri dari wilayah
kefilsafatan.
Dengan
demikian berdasarkan uraian di atas, Patrisik dapat diartikan tokoh-tokoh
Gereja yang mempunyai peranan besar dalam pemikiran kekristenan yang mewarnai
dengan filsafat agamanya.
b.
Tokoh Filosof Zaman Partisik
Tokoh-tokoh filosof Partisik
antara lain Justinus
Martir, Irenaeus, Klemens, Origenes, Gregorius Nissa, Tertullianus, Diosios
Arepagos, Aurelius Augustinus, sebagai berikut :
1)
Justinus
Martir
|
Menurut Justinus Martir, agama
Kristen bukan agama baru, karena Kristen lebih tua dari filsafat Yunani.
Selanjutnya dikatakan, bahwa filsafat Yunani itu mengambil dari kitab Yahudi.
Padangan ini didasarkan bahwa Kristus adalah logos. Dalam mengembangkan aspek
logosnya ini orang-orang Yunani (Socrates, Plato dan lain-lain) kurang memahami
apa yang terkandung dan memancar dari logosnya, yaitu pencerahan. Sehingga
orang-orang Yunani dapat dikatakan menyimpang dari ajaran murni karena
orang-orang Yunani terpengaruh oleh demon atau setan. Demon atau setan tersebut
dapat mengubah pengetahuan yang benar kemudian di palsukan. Jadi, agama Kristen
lebih bermutu dibanding filsafat Yunani. (Muzairi, 2009: 88).
2)
Klemens
(150-215 M)
|
Muzairi (2009: 88-89) menuliskan pokok-pokok fikiran
Klemens adalah sebagai berikut:
a)
Memberikan batasan-batasan
terhadap ajaran Kristen untuk mempertahankan diri dari otoritas filsafat Yunani;
b)
Memerangi ajaran yang anti
terhadap Kristen dengan menggunakan filsafat Yunani;
c)
Bagi orang Kristen filsafat dapat
dipakai untuk membela iman Kristen dan memikirkan iman Kristen secara mendalam.
Jadi,
dapat diketahui bahwa Klemens termasuk tokoh yang membela Kristen tetapi tidak
juga menolak dan membenci filsafat Yunani. Justru Klemens menggunakan filsafat
Yunani dengan memerangi ajaran yang anti terhadap Kristen. Contohnya adalah,
menurut Hadiwijono (1980: 72-73) dalam filsafat menurut Klemens, iman
diperlukan bagi orang Kristen. Akan tetapi menurut Klemens disamping iman masih
ada hal yang lebih tinggi yaitu pengetahuan (Gnosis). Pengetahuan atau Gnosis
ini bukan meniadakan iman tapi menerangi iman. Oleh karena itu iman harus
berkembang menjadi pengetahuan.
Mengenai
point yang kedua, Klemens memerangi ajaran yang anti terhadap Kristen dengan
menggunakan filsafat Yunani. Contoh ajaran yang ditentangnya tersebut yaitu Gnostik. Dalam Hadiwijono (1980: 72) Gnostik yaitu suatu usaha
untuk mendamaikan agama Kristen dengan filsafat Yunani yaitu dengan meleburkan
kepercayaan agama Kristen dengan filsafat Yunani, sehingga menjadi satu sistem.
Dapat dikatakan, Klemens menentang Gnostik karena menurut Gnostik seseorang yang telah memiliki gnosis (pengetahuan) harus mematikan
hawa nafsunya dan kembali kepada Allah dalam suatu kasih yang dibersihkan dari
pada segala hawa nafsu. Akan tetapi, gnosis tidak begitu menurut Klemens. Tanpa iman, tiada gnosis.
Sebaliknya menurut Gnostik, gnosis meniadakan iman
3)
Origenes
(185-254 M)
|
4)
Tertullianus
(160-222 M)
|
Tertulianus mengatakan bahwa filsafat menjadi musuh
agama. Oleh karena itu ia menyerang filsafat dengan pedasnya. (Hanafi, 1964:
88).
5)
Aurelius
Augustinus (354-430 M)
|
Setelah
ia telah mempelajari aliran Skeplitisme, ia kemudian tidak menyetujui atau
menyukainya, karena di dalamnya terdapat pertentangan batiniah. Orang dapat meragukan
segalanya, akan tetapi orang tidak dapat meragukan bahwa ia ragu-ragu.
Seseorang yang ragu-ragu sebenarnya ia berfikir dan seseorang yang berfikir
sesungguhnya ia berada eksis. (Hadiwijono, 1980: 79).
Menurut
pendapatnya, daya pemikiran manusia ada batasnya, tetapi fikiran manusia dapat
mencapai kebenaran dan kepastian yang tidak ada batasanya, yang bersifat kekal
abadi. Artinya, akal fikir manusia berhubungan dengan sesuatu yang lebih
tinggi. Akhirnya, ajaran Augustinus berhasil menguasai sepuluh abad dan
mempengaruhi pemikiran Eropa. Para pemikir partistik itu sebagai pelopor
pemikiran skolastik. Sehingga ajaran Augustinus sebagai akar dari skolastik
dapat mendominasi hampir sepuluh abad, karena ajarannya lebih bersifat sebagai
metode daripada suatu system sehingga ajaran-ajarannya mampu meresap sampai
masa skolastik. (Muzairi, 2009: 91).
2. Zaman Skolastik Awal
a. Makna Skolastik
Menurut Muzairi (2009: 91), istilah Skolastik adalah
kata sifat yang berasal dari kata School
(Bahasa Inggris), yang berarti sekolah. Jadi skolastik berarti aliran
atau yang berkaitan dengan sekolah. Perkataan Skolastik merupakan corak khas
dari sejarah filsafat Abad Pertengahan. Tafsir (1991: 112) memaparkan
Skolastik, disebut demikian karena filsafat diajarkan pada
universitas-universitas (sekolah) pada waktu itu.
Terdapat beberapa pengertian dari
corak Skolastik, yaitu (Muzairi:2009):
1)
Filsafat Skolastik adalah yang
mempunyai corak semata-mata agama. Karena Skolastik ini sebagai bagian dari
kebudayaan Abad Pertengahan yang religius.
2)
Filsafat Skolastik adalah
filsafat yang mengabdi kepada teologi, atau filsafat rasional yang memecahkan
persoalaan-persoalaan mengenai berpikir, sifat ada, kejasmanian, kerohanian,
dan baik buruk. Dari rumusan tersebut kemudian munculah istilah Skolastik
Yahudi, Skolastik Arab dan lain-lain.
3)
Filsafat Skolastik adalah suatu
sistem filsafat yang termasuk jajaran pengetahuan alam kodrat, akan dimasukan
kedalam bentuk sintesa yang lebih tinggi antara kepercayaan dan akal.
4)
Filsafat Skolastik adalah
filsafat nasrani, karena banyak dipengaruhi oleh ajaran Gereja.
Filsafat
Skolastik ini dapat berkembang dan tumbuh karena beberapa faktor yaitu faktor
religious dan faktor ilmu pengetahuan. Faktor religious dapat mempengaruhi
corak pemikiran filsafatnya. Yang dimaksud dengan faktor religious adalah
keadaan lingkungan saat itu yang berperikehidupan religious. Mereka beranggapan
bahwa hidup di dunia ini suatu perjalanan ke tanah suci Yerussalem. Dunia ini
bagaikan negeri asing, dan sebagai tempat pembuangan limbah air mata saja
(tempat kesedihan). Sebagi dunia yang menjadi tanah airnya adalah surga.
Manusia tidak dapat sampai ketanah airnya (surga) dengan kemampunnya sendiri,
sehingga harus ditolong. Karena manusia itu menurut sifat kodratnya mempunyai
cela atau kelemahan yang dilakukan atau diwariskan oleh Adam. Mereka juga
berkeyakinan bahwa Isa anak Tuhan berperan sebagai pembebas dan pemberi
bahagia. Ia akan memberi pengampunan sekaligus menolongnya. Maka hanya dengan
jalan pengampunana inilah manusia dapat tertolong agar dapat mencapai tanah
airnya (surga). Anggapan dan keyakinan inilah yang dijadikan dasar pemikiran
filsafatnya.
Sedangkan
faktor ilmu pengetahuan dikarenakan pada saat itu telah banyak didirikan
lembaga pengajaran yang diupayakan oleh biara-biara, gereja ataupun dari
keluarga istana, dan kepustakaannya diambilkan dari para penulis Latin Arab
(Islam dan Yunani). Muzairi (2009: 92-93).
Muzairi
menjelaskan, masa Skolastik terbagi menjadi tiga periode, yaitu:
1)
Skolastik awal, berlangsung dari
tahun 800-1200 M;
2)
Skolastik puncak berlangsung dari
tahun 1200-1300 M;
3)
Skolastik akhir berlangsung dari
tahun 1300-1450 M.
Sejak abad 5-8 M, pemikiran filsafat
Partisik mulai merosot, terlebih lagi pada abad 6 dan 7 dikatakan abad kacau
karena pada saat itu terjadi serangan terhadap Romawi, sehingga kerajaan Romawi
beserta peradabannya ikut runtuh yang telah dibangun selama berabad-abad
lamanya. (Muzairi, 2009: 93)
Baru pada abad 8 M kekuasaan berada
di bawah Karel Agung (742-814 M) menampakan mulai adanya kebangkitan yang
merupakan kecemerlangan Abad Pertengahan, dimana arah pemikirannya berbeda
sekali dengan abad sebelumnya. Syadali dan Mudzakir (1999: 91) mengatakan, pada
saat ini muncul pengetahuan yang dikembangkan disekolah-sekolah. Pada
sekolah-sekolah saat itu diterapkan kurikulum ajaran yang meliputi study
duniawi atau Artes Ribelares meliputi
: tata bahasa, retorika, dilaektika (seni berdiskusi), ilmu hitung, ilmu ukur,
ilmu perbintagan dan musik.
b. Tokoh dan Karakteristik Filsafat
Skolastik Awal.
Tokoh-tokoh zaman skolastik awal diantaranya adalah
Johanes Scotes Eriugena (810-870), Peter Lombard (1100-1160), Jhon Salisbury
(1115-1180), Peter Abaelardus (1079-1180) sebagai berikut :
1)
Johanes Scotes Eriugena (810-870
M)
|
2)
Peter Abaelardus (1079-1180 M)
|
3) Anselmus (1033-1109 M)
|
Hadiwijono
(1980: 98) menambahkan bahwa pangkal pikiran Anselmus sama dengan Agustinus dan
Johanes Scoutes yaitu, bahwa kebenaran yang diwahyukan harus dipercaya terlebih
dahulu, sebab akal tidak memiliki kekuatan pada dirinya sendiri, guna
menyelidiki kebenaran yang termasuk
wahyu.
3. Zaman
Kejayaan Skolastik
a. Faktor pendorong kejayaan
Skolastik
Sampailah Skolastik pada masa
kejayaannya. Dalam mengatakan periode waktu kejayaan Skolastik, tidak ada lagi
perbedaan seperti ketika dimulainya filsafat Abad Pertengahan. Para filosof
sepakat mengatakan masa kejayaan Skolastik yang berlangsung dari tahun 1200-1300
M. Skolastik mencapai kejayaannya dengan bantuan para filosof Arab yang turut
menyumbangkan pemikirannya.
Menurut Muzairi (2001: 95) Skolastik mencapai
kejayaan karena bersamaan dengan munculnya beberapa universitas dan ordo-ordo
yang secara bersama-sama menyelengarakan atau memajukan ilmu pengetahuan,
disamping juga peranaan universitas sebagi sumber atau pusat lmu pengetahuan
dan kebudayaan.
Masih menurut Muzairi,
terdapat beberapa faktor pada masa kejayaan Skolastik yang mencapai pada
puncaknya, yaitu:
1)
Adanya pengaruh dari Aristoteles,
Ibnu-Rusyd, Ibnu Sina sejak abad ke12, sehingga sampai abad ke13 telah tumbuh
menjadi ilmu pengetahuan yang luas. Lebih jauh menurut (Anonim, 2011:
http://sejarah-filsafat-masa-pertengahan.html) filsafat Aristoteles memberikan
warna dominan pada alam pemikiran Abad Pertengahan.
2)
Tahun 1200 M didirikan
universitas almamater di Prancis. Universitas ini merupakan gabungan dari
beberapa sekolah. Almamater inilah sebagi awal (embrio) berdirinya universitas
di Paris, di Oxford, di Mont Pellier, di Cambridge dan lain-lainnya.
Hanafi (1964: 139) menjelaskan bahwa factor kejayaan
Skolastik juga karena kegiatan mendirikan sekolah-sekolah tidak hanya terbatas
dalam lingkungan istana-istana, tetapi diluarnya juga banyak didirikan sekolah-sekolah.
b. Tokoh filosof dan
karakteristiknya
Tokoh-tokoh filosof pada zaman kejayaan skolastik,
seperti: Albertus de Grote, Thomas Aquinas, Binaventura, J.D. scouts dan
William Ocham, sebagai berikut :
1)
Albertus
Magnus
|
Terakhir, ia diangkat sebagai uskup agung. Pola
pemikirannya meniru Ibnu Rusyd dalam menulis tentang Aristolles. Dalam bidang
pengetahuan, ia megadakan penilitian dalam ilmu biologi dan ilmu kimia.
Albertus Magnus lahir pada tahun 1206- 1280 M. ia
dilahirkan di Swabia, Jerman. Hadiwijono (1980: 102) memaparkan karakteristik
filsafat Albertus yaitu:
Secara hakiki iman harus dibedakan dengan
pengetahuan yang diperoleh dengan akal. Pada pengetahuan, suatu kebenaran
diterima karena kejelasannya, yang dikuatkan dengan bukti-bukti. Tidaklah
demikian keadaan iman. Pada iman, tiada kejelasan yang berdasarkan akal.
Kebenaran ditererima iman bukan karena kejelasan kebenaran itu. Perbuatan iman
lebih berdasarkan atas rasa-perasaan dari pada atas pertimbangan akal. Maka isi
kebenaran iman tidak dapat dibuktikan.
Demikianlah kutipan dari filsafat Albertus. Contoh
pemikirannya tersebut adalah tentang keberadaan Tuhan adalah dasar iman.
“beradanya Tuhan” dapat dibuktikan. Pembuktiannya Albertus mengikuti
Aristoteles tentang “penggerak pertama”. Penggerak pertama yang menciptakan
segala sesuatu haruslah ada, yaitu Tuhan.
2)
Thomas
Aquinas (1224-1274
M)
|
Menurut Tafsir (2001: 97) Hanya ada dua kekuatan
yang mengerakan gemuruhnya dunia: agama dan filsafat. Aquinas membicarakan
kedua-duanya, hakikat masing-masing, serta hubungan kedua-dunaya.
Lebih jauh Hadiwijono (1980: 104) mengatakan
bahwa karakteristik filsafat Thomas Aquinas adalah, bahwa iman lebih tinggi dan
berada di luar pemikiran yang berkenaan sifat Tuhan dan alam semesta. Iman
adalah suatu cara tertentu guna mencapai pengetahuan, yaitu pengetahuan yang
mengatasi akal, pengetahuan yang tidak dapat ditembus akal.
Thomas Aquinas menentancg pemikiran Barat yang
menyangkal metafisika. Konsep metafisika Thomas tentang Essentia dan Existentia memiliki
kesamaan konsep dengan Al-Haqq Al-Awwal
filsuf muslim Al-Kindi (801-860 M) yang lahir lebih awal. Sofyan (2010: 165)
mengungkapkan, meskipun Thomas Aquinas tidak megakui secara eksplisit pengaruh
filsafat muslim pada pemikirannya, akan tetapi dengan banyaknya pemikiran yang
sama dengan filsuf muslim, terutama Al-Kindi dan Al-Farabi, ada kemungkinan
Thomas Aquinas terpengaruh oleh pemikiran filsuf muslim, mengingat dia
dilahirkan di Italia dan belajar di universitas Paris. Dari sejarah, kita
ketahui bahwa ilmuwan dan pendeta di sekitar Eropa, termasuk Paris belajar di
Universitas Cordoba yang didirikan oleh Al-Hakam II (300-350 H/ 961-976 M),
khalifah yang berkuasa di Spanyol menggantikan posisi ayahnya, Abdurrahman III
(300-350 H/ 912-961 M) yang menyempurnakan fungsi masjid Agung.
Beberapa pemikiran Filsafat Thomas Aquinas, seperti dikemukakan Sofyan (2012: 167), yakni :
a)
Thomisme
Thomas membedakan dua tingkat pengetahuan manusia, yaitu
pengetahuan yang dikenal dengan akal dan pengetahuan tentang rahasia Tuhan yang
diterima oleh manusia lewat wahyu atau kitab suci. Pengertian-pengertian
metafisis sebagian besar dipinjam dari Aristoteles. Misalnya pengertian materi
dan bentuk. Materi adalah asal muasal munculnya sesuatu. Sedangkan bentuk
terkandung dalam materi. (Sofyan, 2010: 168) Contohnya, asal muasal buah
mangga. Buah mangga berasal dari biji mangga lalu
menjadi pohon mangga. Biji mangga adalah materinya, sedangkan pohon mangga yang
telah tumbuh adalah bentuknya.
b)
Kesempurnaan Tuhan
Menurut Sofyan(2010: 168) Thomas memakai istilah essentia (hakikat) dan existentia (keberadaan). Maksudnya,
Tuhan sempurna keberadaannya, karena pada Tuhan tiada potensi. Dalam Tuhan
telah ada perealitasannya yang telah sempurna, hal ini tidak berlaku bagi
makhluk seperti yang telah dijelaskan di atas.
c)
Theologia Naturalis
Theologia Naturalis mengajarkan
bahwa manusia dengan bantuan akalnya dapat mengetahui bahwa Tuhan itu ada, dan
juga tahu beberapa sifat Tuhan. Thomas berpendapat bahwa pembuktian adanya
Tuhan yaitu diantaranya:
(1)
Adanya gerak di dunia
mengharuskan kita menerima bahwa ada penggerak pertama, yaitu Tuhan. Adanya
yang bergerak tentu digerakkan oleh sesuatu yang lain. Maka harus ada penggerak
pertama, penggerak pertama itu adalah Tuhan.
(2)
Di alam dunia yang diamati ini
adanya suatu tertib sebab-sebab yang
membawa hasil. Sebab berdaya guna yang pertama ini adalah Tuhan.
(3)
Harus ada segala sesuatu yang
menjadi sebab yang baik, segala yang benar, segala yang mulia yaitu Tuhan.
(Sofyan, 2010: 170)
Dari uraian di
atas dapat diketahui bahwa pemikiran Thomas didasarkan pada sebab yang
pertama. Bahwa ada pencipta yang menyebabkan adanya segala sesuatu.
d)
Penciptaan
Penciptaan adalah perbuatan Tuhan secara terus menerus,
dan dengan penciptaan itu, Tuhan terus menerus menghasilkan dan memelihara yang
bersifat sementara. Segala sesuatu diciptakan sesuai dengan bentuk atau idenya
Tuhan. (Sofyan, 2010: 174).
e)
Jiwa
Sofyan (2010: 174) menjelaskan pemikiran Thomas mengenai
jiwa yaitu, manusia adalah suatu kesatuan yang berdiri sendiri, yang terdiri
atas bentuk (jiwanya) dan materi (tubuhnya). Jiwalah yang memberikan perwujudan
pada tubuh sebagai materi, atau sebagai potensi sebagai realitas.
f)
Etika politik
Pemikiran Thomas Aquinas dalam etika politik bisa dilihat
pada pendapatnya mengenai hukum. Menurutnya, hukum pada kodratnya sangat
memperhatikan keadilan pada masyarakatnya. Thomas membicarakan etika politik
dalam dua tulisan yaitu Summa Theologiae
dan De Regimine Principum (tentang
pemerintahan raja).
Dalam filsafatnya, Thomas mengadakan langkah-langkah
yaitu:
a)
Langkah pertama, Thomas menyuruh
teman sealiran Willem van Moerbeke untuk membuat terjemahan baru yang langsung
dari Yunani. Hal ini untuk melawan Aristotelianisme yang berorientasi pada Ibnu
Rusyd, dan upaya ini mendapat dukungan dari Siger van Brabant.
b)
Langkah kedua, pengkristenan
ajaran Aristotelles dari dalam. Bagian-bagian yang bertentangan dengan apa yang
di anggap Kristen bertentangan sebagai firman Aristotelles, tetapi diupayakan
selaras dengan ajaran Kristen.
c)
Langkah ketiga, ajaran
Aristotelles yang telah di Kristenisasikan di pakai untuk membuat sintesa yang
lebih bercorak ilmiah (sintesa deduktif antara iman dan akal). System barunya
itu untuk menyusun Summa Theologiae.
(Muzairi, 2009: 100).
Thomas
Aquinas tidak terlepas dari pandangan filsafat Aristoteles. Akan tetapi
tindakannya yang mengkristenkan ajaran Aristoteles yang tidak sesuai dengan ajaran
Kristen sangatlah memaksa.
Selain karena
tokoh-tokoh Barat tadi, kemajuan Skolasik juga dikarenakan sumbangan tokoh
filosof Muslim yang biasa disebut tokoh filosof Skolastik Arab. Tokoh filosof
tersebut diantaranya: Al-Kindi, Al-farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd. Para filosof
Islam telah memberikan kontribusi yang sangat besar mengenai perkembangan ilmu
pengetahuan pada masa Skolastik.